bongkar/muat

Masih di bulan yang sama, dua tahun yang lalu, saya pergi ke Selasar Sunaryo Art Space (SSAS). Ada seorang pria dari Malang yang mengadakan pameran tunggal di selasar, kemudian saya tuliskan ulasan kunjungannya dengan judul Mencoba Merendah Bersama Gatot. Jelas, saya suka karya seniman yang satu ini.

Kemarin (04/11), saya dan Andika pergi ke SSAS lagi. Ada sebuah pameran kelompok bertajuk bongkar/muat (unload/reload) yang diisi oleh Gatot Pudjiarto, Made Guna Valasara, dan Rudayat dalam sebuah program baru SSAS yaitu transit. Selain memang ingin melihat pameran seni, Gatot Pudjiarto yang lebih membuat saya datang ke bongkar/muat.

Karyanya kali ini bukan kolase canvas saja, tetapi dari lima karyanya yang dipampang tadi malam, ada kain perca yang ia sambung dan jahit sehingga menghasilkan sebuah karya. Tengoklah fotonya:

Takut Akan Keterbukaan, 2011

Metamorfosis, 2011

Lalu juga kedua karya di bawah ini dengan judul Membongkar Artefak yang membikin penasaran ada gambar apa di balik carut marut canvasnya:



Saya bertanya pada Andika, "Gatot Pudjiarto itu tukang jahit ya?" Soalnya karyanya berupa perpaduan canvas, kain, serta benang yang digunakan dengan jahitan teknik dasar jelujur. Canvas biasanya dipakai untuk dilukis atau digambar, tapi Gatot Pudjiarto membiarkan imajinasnya tertuang pada jelujur benang yang identik pada feminitas.

Datang ke pameran seni bukan berarti saya mengerti seni. Baca katalognya pun saya tidak mengerti. Tapi saya ingin menikmati seni. Oh, ngomong-ngomong soal katalog, saya tidak dikasih karena harus 'satu-berdua' dengan Andika karena alasan katalognya hanya sedikit. Sangat mengecewakan bagi saya yang ingin mengetahui penjelasan tentang karya Pudjiarto. Saya mengeluhkan pada Andika bagaimana jika jumlahnya hanya sedikit, mending tidak usah dibagikan saja karena mengecewakan jika pengunjung harus memahami hal-hal yang seharusnya bukan urusannya. Paham, mbak-mbak yang ada di meja tamu?

Selain hal yang menganggu tadi, saya menikmati karya dua seniman lainnya. Ada pengetahuan baru yang saya dapatkan tentang canvas yang diisi dengan busa oleh Made Guna Valasara, sebagaimana yang diungkapkan oleh Hendro Wiyanto, " ... mendorong keluar sifat datar permukaan kanvasnya ke arah lekukan dan permukaan cembung dengan warna monokrom putih mulus ..."  atau realitas sosial yang tercermin dari dinding-dinding kotor perkotaan dikemukakan oleh Rudayat.

Terbiasa Jadi Anjing, 2011

White #1 (After Freud)
Karya Made ini membikin tidak tahan untuk menyentuh. Tapi kan peraturannya tidak boleh memegang :)

Baik Gatot, Made, atau Rudayat, jelas ketiganya membikin saya bisa menarik sebuah garis di luar ranah seni tentang pentingnya eksplorasi dan berani keluar dari kotak. Mudah-mudahan pengalamannya tidak transit, melainkan menetap lalu dijalankan secara konsisten.

Selamat untuk ketiganya.

Nia Janiar

Orang Bandung yang sedang berdomisili di Jakarta. Percaya dengan tulisan sederhana namun bermakna. Tulisan dari hati akan sampai ke hati lagi. Berkegiatan menjadi buruh tulis di media. Kadang jalan-jalan, nonton gigs, atau ke pameran seni. Senang berkenalan dengan pembaca.

2 Comments

Komentar di blog ini akan dimoderasi agar penulis dapat notifikasi komentar terbaru.

  1. Hihihi, so grumpy!

    ReplyDelete
  2. Bo, gue mah gak rela diperlakukan gak adil.

    ReplyDelete
Previous Post Next Post

Contact Form