Jejak Patung, Lukisan, dan Undangan

Hore! Akhir pekan ini saya habiskan lagi dengan jalan-jalan lihat pameran seni. Setelah postingan sebelumnya yang pergi ke empat galeri dalam dua hari, sekarang saya pergi ke tiga galeri dalam dua hari. Bedanya dengan dulu adalah saya datang dengan penuh niat, kini saya menemukan dua acara pameran seni yang kebetulan sedang diadakan. Jadi, begini ya ceritanya ...

Sudah sejak lama saya melihat kabar berita bahwa Salihara akan mengadakan pameran seni yang berjudul Uwuh Seni. Uwuh Seni merupakan karya Nasirun--seorang seniman lulusan ISI dan ia merupakan finalis Philip Morris Award 2007. Di pameran tunggal pertamanya di Salihara, ia menampilkan sekitar 1000 karya. Karyanya berupa kertas/kartu undangan bekas yang ia kumpulkan dari tahun 2008. FYI, "uwuh" artinya sampah. Undangannya ya macam-macam dari undangan pameran seni, acara ulang tahun, pertunjukkan musik, dan lainnya. Ukurannya bermacam-macam dari besar, kecil, panjang, atau lebar. Desain dan gambar yang ada di kartu undangan menjadi media dimana imajinasinya bermain dengan menambahkan apapun yang diinginkannya.




Saat melihat karya-karyanya, otak ini keblinger! Bagaimana tidak, karyanya banyak sekali. Saat itu saya dan Niken, teman saya, hanya melihat sekilas saja karena saat pembukaan tentunya banyak orang dan pembukaan dilakukan saat malam sehingga waktu untuk menikmati karya jadi terbatas (dalam rangka mengejar angkutan umum saat malam). Namun secara garis besar, karya-karya Nasirun ini bagus dan sangat dianjurkan untuk meluangkan waktu dan menikmati karyanya satu persatu. Diam-diam saya kagum terhadap kekuatan imajinasi yang tidak pernah habis.



Rupanya karya Nasirun ini diburu para kolektor, seperti Oei Hong Djien yang begitu mengagumi karyanya yang paham betul perjalanan pameran/penghargaan Nasirun di dalam maupun luar negeri. Goenawan Mohamad, yang saat itu ikut memberi sambutan, bilang bahwa ia tertarik pada satu karya namun harus berebutan dengan Oei Hong Djien (lalu kolektor yang menang karena lebih dekat secara personal dengan seniman). Hehe.

Di hari berikutnya, yaitu hari Minggu saat saya menulis ini di Kopitiam Oey Sabang, saya pergi ke Taman Ismail Marzuki (TIM). Saya penasaran dengan TIM yang sering muncul di televisi dan hanya saya pandang jauh saja dari Bandung. Setelah naik kereta dari Duren Kalibata ke Cikini, lalu berjalan kaki mungkin sekitar satu kilometer, akhirnya sampai juga di TIM. Untungnya saat itu langit Jakarta sedang berawan sehingga enak buat jalan.

Tujuan awal saya adalah mau menonton film Yasmin Ahmad yang berjudul Rabun (sebelumnya saya sudah nonton Mukshin dan Muallaf bersama teman-teman di Bandung) di Kineforum. Kabar tentang Kineforum pun sudah lama saya dengar semenjak di Bandung. Lagi-lagi saya berangkat dari rasa penasaran. Saat berada masuk pintu gerbang TIM, saya melihat spanduk dua pameran seni yang sedang diadakan yaitu Jejak ... di Galeri Cipta II dan pameran tunggal Yahya TS dengan judul 234 in Harmoni.

Mari kita masuk ke pameran seni patung 2012 yang ada di bagian awal TIM. Ada 35 pematung Indonesia yang bahkan senimannya ada yang sudah lahir dari tahun 1935an (jadi bayangkan betapa tua karyanya). Kebanyakan karyanya dibuat dari fiberglass, polyester, perunggu, dan mix media. 

Kadang saya agak trauma jika harus datang ke pameran berkelompok karena karya yang gado-gado bikin "perut" terasa kenyang tak menentu. Biasanya kesan seperti ini timbul saat datang ke pameran kelompok yang diselenggarakan mahasiswa dengan berbagai bentuk karya seni yang beragam (lukis, multimedia, patung, instalasi, dan lainnya). Namun saat datang ke pameran Jejak ... ini, saya cukup menikmatinya. Karyanya enak dilihat dan diamati satu persatu. Selain itu juga katalog yang berupa sebuah buku agak tebal juga dibagi dengan cuma-cuma sehingga bisa menyerap keterangan karyanya satu persatu (bahkan ada alamat email dan telepon para senimannya!)

Lanjut ke bagian belakang TIM, di sana terdapat pameran Yahya TS. Siapakah dia? Saya tidak tahu karena katalog bisa didapatkan dengan membeli seharga Rp. 5.000. 

Begitu masuk dan lihat karya-karyanya secara sekilas, begitu terasa ciri khas senimannya: lukisan yang penuh dengan warna dan banyak mengusung (penari) perempuan layaknya foto pertama yang bisa pembaca lihat. Lukisan-lukisan karya Yahya TS tidak hanya dilukis di atas kanvas karena ada beberapa yang dilukis di atas kertas dan karton. Ia juga tidak menggunakan cat minyak melainkan cat akrilik sehingga sapuan warnanya terlihat tipis.

Dari semua karyanya, saya paling suka yang hitam putih. Karya tersebut diberi nama Study Picasso--yang bisa terlihat di karyanya. Warna-warni memang cantik tapi bagi saya hitam putih pun tidak kalah menarik. Tebal tipisnya warna memberikan kesan lukisan hitam putih yang hidup. Sisa foto karya hitam putih ada di Facebook saya yang bisa para pembaca tambahkan sebagai teman. Lha, ternyata promosi.

Oke, kira-kira gitu hasil jalan-jalan saya. Pemutaran film di Kineforum tidak akan diceritakan di sini karena beda tema, tapi memang belum tahu apa akan dituliskan atau tidak sih. Oh ya, di Bandung sedang ada pameran di Lawangwangi hingga tanggal 25 November. Jika ada kesempatan melihat, maka pembaca akan bertemu saya lagi di blog ini dalam tulisan mengenai pameran seni selanjutnya.

Sampai jumpa!

Nia Janiar

Orang Bandung yang sedang berdomisili di Jakarta. Percaya dengan tulisan sederhana namun bermakna. Tulisan dari hati akan sampai ke hati lagi. Berkegiatan menjadi buruh tulis di media. Kadang jalan-jalan, nonton gigs, atau ke pameran seni. Senang berkenalan dengan pembaca.

2 Comments

Komentar di blog ini akan dimoderasi agar penulis dapat notifikasi komentar terbaru.

  1. Pameran Nasirun kelihatannya bagus! Gw penasaran dengan kartu-kartu undangan apa saja yang dipamerkan.

    ReplyDelete
  2. Salah satunya ada undangan Agus Suwage, hehee..

    ReplyDelete
Previous Post Next Post

Contact Form