Mengenal Diponegoro Lebih Jauh

Dalam ingatan saya, Diponegoro adalah seorang Pahlawan. Titik. Saya tidak ingat kapan perang terjadi hingga bagaimana perang itu tercetus. Diponegoro hanyalah sebuah dongeng tak berkesan yang diceritakan saat berada di bangku sekolah. Begitu juga pahlawan-pahlawan lainnya. Begitu juga cerita sejarah lainnya.

Justru saya lebih melek sejarah semenjak ikutan komunitas sejarah di Bandung. Di situ kami jalan kaki mengunjungi tempat atau gedung yang merupakan saksi sejarah dan fasilitator menceritakan sejarah melalui gedung yang ada di depan mata. Saya jadi bisa membayangkan dan mengasosiasikan langsung cerita zaman dulu dengan kehidupan sekarang. Uh, mungkin dulu ada kesalahan metode pengajaran pada guru.

Perkenalan saya terhadap Diponegoro justru terjadi pada tahun 2012, yaitu ketika Galeri Nasional memamerkan karya-karya Raden Saleh di pameran "Raden Saleh and the Beginning of Modern Indonesian Painting". Salah satu lukisan terbaiknya adalah Arrest of Pangeran Diponegoro (1857) yang terkenal hingga mancanegara. Bahkan hingga ada cerita mana lukisan yang asli dan mana lukisan yang palsu karena Diponegoro digambarkan menyerah dengan jumawa pada lukisan Raden Saleh.

Tahun 2015 ini, Diponegoro kembali hadir. Ia diinterpretasi oleh para seniman tua dan muda melalui pameran yang berjudul "Aku Diponegoro: Sang Pangeran dalam Ingatan Bangsa, dari Raden Saleh Hingga Kini". Selain Raden Saleh, ada Srihadi Soedarsono, Sudjojono, Nasirun, atau Entang Wiharso. Tidak hanya lukisan cat minyak, terdapat instalasi, video, dan foto. Cerita Diponegoro pun diingatkan melalui media yang lain yaitu pertunjukkan. Teater Koma mementaskan Kuda Perang Diponegoro.

Elegi Pangeran Diponegoro karya Pupuk Daru Purnomo (2014)

Lokale Hulptroepen (Legiun Lokal Nil) oleh Maharani Mancanagara (2015)

Untitled #4 (Reminiscent of Romanticism) oleh Eldwin Pradipta (2015)

Selain melihat pameran dan nonton Teater Koma, saya dan teman-teman juga melihat bagaimana restorasi lukisan dilakukan. Sepertinya masyarakat begitu antusias mengunjungi pameran ini karena kami harus mengantri untuk masuk ke dalam ruang pamer. Jumlah orang yang masuk pun dibatasi. Kami hanya boleh berada di dalam selama 15 menit. Waktu yang sangat sedikit jika ingin menilik karya para seniman yang lumayan banyak. Harus datang lagi!

Rela dijemur di bawah matahari Jakarta.

Nia Janiar

Orang Bandung yang sedang berdomisili di Jakarta. Percaya dengan tulisan sederhana namun bermakna. Tulisan dari hati akan sampai ke hati lagi. Berkegiatan menjadi buruh tulis di media. Kadang jalan-jalan, nonton gigs, atau ke pameran seni. Senang berkenalan dengan pembaca.

Post a Comment

Komentar di blog ini akan dimoderasi agar penulis dapat notifikasi komentar terbaru.

Previous Post Next Post

Contact Form