Faux médicaments

Pemeran seni dengan tema obat-obatan palsu yang menjadi fenomena dan berbahaya bagi pemakainya rasanya baru saya dengar. Pameran yang kali pertama saya datangi ini menghadirkan 20 seniman dari berbagai negara yaitu Kamboja, Indonesia, Laos, Thailand, dan Vietnam. Mereka semua memberikan perspektif tentang fenomena tersebut dan menuangkanya melalui karya dari foto, lukisan, hingga kolase.

Pameran ini diselenggarakan oleh IFI yang bekerja sama dengan Galeri Soemardja, Bandung, hingga tanggal 22 Desember. Beruntung bisa melihat pameran ini karena bisa melihat karya seniman dari luar Indonesia sehingga mungkin sedikit banyak bisa mengetahui gaya atau rasa karya seniman negara tetangga. Aduh, kalimatnya njlimet. Ya, kira-kira begitu.

Berikut saya tampilkan beberapa karya, sisanya ada di-Facebook saya (bukan promosi):

Sokuntevy Oeur, Apathy, Kamboja

Sukuntak Pietak, Counterfeit medicine sellers are murderers, Kamboja

Leang Seckon, Poisonous Flower, Kamboja

Hongsa Khodsouvan, Dangers of fake medicine, Laos

Iwan Effendi, Mbok Jamu, Indonesia

Dari contoh beberapa karya di atas, ada beberapa yang tidak saya sukai karena bentuknya seperti poster kampanye atau poster film yang akan tampil di bioskop yang dicat ulang menggunakan tangan, misalnya karya Sukuntak Pietak dan Hongsa Khodsouvan yang melihatnya mengingatkan pada gambar-gambar yang ada di Puskesmas.

Selain yang tidak digemari, tentunya saya menemukan karya kesukaan yaitu karya Leang Seckon karena begitu detil dan lukisannya memiliki tesktur. Bagaimana tidak, Leang Seckon memasukkan renda kain yang diisi dengan bungkus obat-obatan yang ada di dalamnya. Selain itu, bunga/matahari berisi dengan lukisan hewan di atas canvas yang dijahit di atas renda. Wow. Dari Indonesia sendiri, saya suka dengan lukisan Iwan Effendi karena--bagi saya--ia tidak menerjemahkan bahaya fenomena obat palsu secara harfiah seperti beberapa yang lain. Juga ia memakai obat tradisional Indonesia: jamu.

Selain itu, di pameran ini juga saya pertama kali melihat sebuah foto perempuan telanjang yang ditampilkan oleh Adhya Ranadireksia dalam karyanya yang berjudul The Fate #1 and The Fate #2. Di foto The Fate #1 terdapat seorang perempuan yang berbaring di atas meja yang tubuhnya diinjeksi dengan banyak infus sementara di foto The Fate #2, sosok perempuan berubah menjadi tengkorak (dengan posisi sama) yang masih dibelit dengan infus. Saya suka dengan idenya. Menarik.

Sejauh ini, saya menikmati pameran Faux médicaments: Seni Memberantas Obat Palsu karena banyak karya yang bisa diamati dari dekat karena beberapa karya "poster Puskesmas" pun memberikan detil-detil kecil dan mendalam.

Nia Janiar

Orang Bandung yang sedang berdomisili di Jakarta. Percaya dengan tulisan sederhana namun bermakna. Tulisan dari hati akan sampai ke hati lagi. Berkegiatan menjadi buruh tulis di media. Kadang jalan-jalan, nonton gigs, atau ke pameran seni. Senang berkenalan dengan pembaca.

Post a Comment

Komentar di blog ini akan dimoderasi agar penulis dapat notifikasi komentar terbaru.

Previous Post Next Post

Contact Form