Musat, Cafe Peduli Lingkungan

Setiap Kamis, ada sebuah tempat kopi yang selalu saya datangi saat menunggu anak sekolah. Cafe tersebut namanya Musat, letaknya di Jl. Cilaki No. 45, Bandung. Saya suka di sini karena sepi dan jauh dari ibu-ibu sekolah Istiq*mah (wkwk!), tempatnya besar dan nyaman, serta banyak colokan listrik. Cocok buat nunggu anak sambil kerja.


Dulu, saat pertama kali datang ke Musat, awalnya ragu ini cafe apa tempat komunitas, karena bagian depannya hanya berupa tembok polos dan tidak keterangan cafe/resto gitu. Dari depan pun terlihat sepi. Akhirnya memberanikan diri untuk masuk. Begitu lewat gerbang, terlihat ada seorang laki-laki yang duduk di kursi. Saat itu saya berpikir, ini pengunjung atau yang kerja ya? Karena gak ada senyum-senyumnya sama sekali. Hehe.

Cafe Musat berdiri di atas bangunan peninggalan Belanda. Di dalamnya ada ubin khas Belanda yang warna-warni. Ruangan dalamnya luas, diisi oleh banyak meja kayu dan kursi rotan. Di bagian samping gedung ada area smoking. Sedangkan di bagian belakang gedung, ada ruangan-ruangan kecil yang disewakan untuk toko lain, seperti beer house atau toko roti.


Seekor anjing bernama Helost

Musat pernah memiliki daya tarik tersendiri, yaitu pemiliknya memiliki seekor anjing alaskan malamute bernama Helost. Karena saya mengikuti IG-nya Musat, saya jadi tahu bahwa Helost ini merupakan anjing adopsi. Makanya, ia dikasih nama he-lost alias 'dia tersesat'. Usianya sudah tua dan sukanya tiduran di halaman cafe. Penjaga cafenya pernah cerita ke suami saya kalau banyak supir ojol yang takut masuk ke cafe karena ada Helost. Padahal anaknya mah diem aja, mager gitu. Hihi.

Beberapa kali ke Musat, saya selalu menyempatkan untuk mengelus Helost. Anak saya juga senang dengan Helost. Sayangnya, sekitar beberapa bulan lalu, Helost mati karena sakit gagal ginjal. Meski cuman ketemu sebentar, saya merasa berduka pada pemiliknya karena ditinggal mati sang anak. Selain itu, ada perasaan kehilangan saat datang lagi ke Musat dan menemukan Helost enggak ada. :(

Ngerti banget rasanya kehilangan hewan peliharaan ...

Kerja sambil ngopi

Di Musat, ada beragam minuman dari kopi, teh, hingga minuman campuran lainnya. Seringnya saya pesan espresso based seperti americano atau cappucino. Suami saya suka minum kopi susunya. Beberapa kali saya mencoba keluar dari zona nyaman dengan mencoba minuman lain, seperti kopi dicampur air kelapa. Terakhir, saya mencoba Golden Monk. Isinya campuran susu, salted caramel, hazelnut, dan ekstrak kratom. Setelah dicoba, ternyata saya kurang suka minuman ini karena terlalu milky dan manis rasanya.



Ngomong-ngomong tentang kratom, saya baru tahu kalau ini adalah magic leaf dari Kalimantan. Jika dikonsumsi dalam dosis rendah, kratom bisa membuat orang lebih bertenaga, meningkatkan fokus dan waspada, serta dapat mengurangi stres dan sakit. Untuk beberapa orang, minum kratom akan membuat pusing.

Kalau secara harga, sebetulnya agak pricey yah. Misal, untuk Golden Monk itu seharga Rp35.000. Sedangkan americano seharga Rp24.000. Harga kopi susunya Rp25.000. Padahal, banyak cafe di Jl. Bengawan bawah yang harganya di bawah itu. Cuman ya Musat memiliki banyak kelebihan, seperti gedungnya lebih luas, kopinya disajikan di gelas kaca (bukan gelas plastik)—yang mana lebih menyenangkan bagi pengunjung karena lebih merasa dihargai. Heheu.

Hal lain yang menjadi kekurangan Musat adalah tidak menjual makanan berat. Pilihan camilannya hanya tersedia Cap Roti Buaya. Mungkin kalau pemilik Musat baca tulisan ini, tolong dihadirkan camilan yang agak berat seperti tahu pedas, cireng rujak, atau kentang goreng sosis. Sandwich juga boleeh. Hehe. 

Kontribusi terhadap lingkungan

Ada hal yang bikin Musat berbeda dibandingkan kedai kopi kebanyakan lainnya. Sepertinya pemilik cafe ini peduli dengan lingkungan. Misal, Musat bekerja sama dengan Plastavfall untuk mengolah ampas kopi menjadi media tanam bernutrisi. Media tanam ini dijual di Musat dan beberapa partner mereka.

Tak hanya masalah kopi, mereka juga peduli dengan Desa Tambakrejo, Semarang, yang terkena abrasi. Musat bekerja sama dengan lindungihutan untuk menggalang donasi pembelian pohon mangrove untuk ditanam di sana. Terakhir, mereka juga bekerja sama dengan Trash Smith mendaur ulang sampah plastik menjadi wadah dupa. 

Saya baru sadar kenapa Musat memilih logo gorila. Di hutan tropis, ternyata gorila itu membantu penyebaran biji-bijian ke seluruh hutan dan membuat tempat untuk pertumbuhan bibit. Dan saya juga baru sadar kenapa mereka pakai tagar #choosewell. Mereka menggunakan kopi arabika dari Bajawa, Flores, yang dikembangbiakkan melalui cara yang climate-smart, yaitu tidak membahayakan lingkungan dan mendanai sekolah di bidang iklim pada komunitas petani di Ngada, Flores.

Hal lain yang patut diancungi jempol adalah mereka tidak akan menyediakan sedotan jika tidak kita minta. Sekalipun diminta, mereka menggunakan sedotan berbahan kertas. Keren ya.

Habis renovasi, terbit tampilan segar

Saya baru datang lagi ke Musat semenjak kantor menyuruh seluruh pegawai WFH. Saya jadi bisa tinggal di Bandung, antar anak ke sekolah, dan menunggu di sini. Ternyata, Musat habis direnovasi. Tampilannya jadi lebih modern dan segar. Warna yang dipakai adalah hijau dan putih, jadinya terkesan bersih.



Buat orang-orang yang butuh tempat mampir untuk ngopi di daerah Cilaki, sepertinya bisa hadir di sini ya. Saya tahu ada beberapa restoran atau cafe di daerah sini, tapi yang paling enak buat duduk lama sih di Musat . Namun kalau perlu makan, sebaiknya ke cafe Sydwic atau ke restoran Yogurt Cisangkuy yang letaknya tidak jauh Musat. 

Ulasan di atas bukan tulisan berbayar ya. Murni ketertarikan saya pada cafe yang ternyata punya banyak cerita. Jika berada di Bandung, silakan berkunjung ke sini ya!


----------

Foto-foto dokumentasi pribadi.

Nia Janiar

Seorang penulis yang bekerja di agensi kreatif di Jakarta. Pernah bekerja sebagai jurnalis di salah satu media ternama di Indonesia. Percaya dengan tulisan sederhana namun bermakna. Tulisan dari hati akan sampai ke hati lagi. Di sela kesibukan menjalani passion menulis dan home maker, senang baca buku sastra Indonesia dan mengunjungi pameran seni. Senang berkenalan dengan pembaca.

Post a Comment

Komentar di blog ini akan dimoderasi agar penulis dapat notifikasi komentar terbaru.

Previous Post Next Post

Contact Form